Kamis, 22 November 2012

[Un]affair By Yudhi Herwibowo, review Annisa Anggiana di My Book Reviews Corner

Penerbit : Bukukatta
Tebal : 169 Halaman
“Kenapa sebuah lagu bisa diterima di semua tempat, di semua negara? Musik memang universal, tapi kisah dibalik lagu itulah yang membuatnya semakin diterima. Itu artinya sebuah kejadian seperti dalam lagu itu ternyata terjadi pula di tempat-tempat lain. Jadi seseorang seharusnya tidak perlu terlalu sedih akan sesuatu, karena di tempat lain pun, ada orang yang bersedih karena hal yang sama.”
Aaaakkhh ternyata Yudhi Herwibowo kalo menulis romance baguuuss ^_^ hehe.. Udah ada feeling waktu baca Perjalanan Menuju Cahaya, kayaknya kalo nulis drama atau romance bakalan sedih ceritanya dan ternyata ngga jauh2 tuh.. Hehe.. Because sometimes sad ending does make a story felt more real.. Life ain’t a fairy tale right?
Buku ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Bajja yang memilih untuk berkerja dan tinggal di sebuah kota kecil bernama Kota Sendu. Kota Sendu? Iya.. Sebuah kota kecil dimana hujan selalu datang, dihiasi oleh taman yang dilengkapi dengan bangku-bangku untuk menghabiskan waktu, sebuah toko buku tua di pojokan jalan dan cafe dimana seseorang bisa membunuh malam dengan nyamannya. Akhhh semakin dijelaskan semakin saya ingin terjun masuk ke dalam buku dan tinggal di kota sendu ini.
Kembali ke cerita Bajja.. Huuumm.. Saya punya teori gila kalo sebenarnya setiap manusia hidup di frekuensi jiwa (soul) yang berbeda-beda. Dan bisa menemukan seseorang yang berada di frekuensi jiwa yang sama untuk menjadi sahabat, pasangan hidup atau sekedar rekan kerja adalah anugrah yang luar biasa. Dan biasanya jika kita menemukan seseorang yang berada dalam frekuensi yang sama, semua hal akan bergulir begitu saja seperti memang sudah digariskan, bagaikan potongan puzzle yang akhirnya menjadi masuk akal dan membentuk sebuah gambar yang berarti. Tiba-tiba kita seperti telah mengenal orang tersebut begitu lama, bisa saling memahami tanpa banyak bicara.
Saya rasa itu yang terjadi ketika Bajja dan Arra saling menemukan. Sayangnya Arra sudah memiliki kekasih, walaupun dari apa yang diceritakan, sepertinya orang itu lebih banyak membawa kesedihan daripada kebahagiaan buat Arra.
Pertemuan Arra dan Bajja bisa dihitung oleh jari, namun memang tidak akan butuh lama untuk dua orang dalam frekuensi yang sama untuk saling mengenal, dan prosesnya memang sulit untuk dijelaskan. Terjadi begitu saja.
Di pertemuan terakhir Arra mengabarkan bahwa ia telah dilamar oleh kekasihnya, dan tidak pernah muncul lagi di kehidupan Bajja. Undangan pernikahan datang ke rumahnya tidak lama setelah itu. Kehampaan yang khas ketika seseorang baru saja mengalami perpisahan pun mengisi relung hati pemuda itu.
Sesungguhnya semasa kuliah Bajja memiliki seorang kekasih bernama Canta. Namun ketika lulus karena belum siap dengan rencana apapun mereka menempuh jalan masing-masing.
Siapa sangka kemudian Canta datang ke Kota Sendu. Profesi Canta sebagai dokter memungkinkan dirinya untuk pindah ke kota itu, kota dimana Bajja tinggal. Hari-hari Bajja pun kembali diisi oleh Canta. Namun hidup memang kadang persis seperti panggung sandiwara dimana kita adalah aktornya, namun kita tidak pernah tau skenario apa yang menunggu kita di adegan berikutnya. Sisanya baca sendiri ya! ^_^ hehe..
Hhhhhh.. Jadi pengen tinggal di Kota Sendu..
“Pertemuan itu sebenarnya mudah saja, kita yang membuatnya menjadi rumit.”


http://annisaanggiana.wordpress.com/2012/11/23/unaffair-by-yudhi-herwibowo/