Di Kota Sendu, cinta tak seharusnya datang.
Bajja, dengan dua j, bekerja di bagian desain di sebuah perusahaan percetakan. Dia sering berpapasan dengan seorang gadis berambut panjang di rel kereta api. Gadis itu berjalan ke arah datangnya Bajja, begitu juga sebaliknya.
Maka, betapa kagetnya dia ketika menemukan gadis itu ada di kantornya. Arra, dengan dua r, namanya. Dia ingin mencetak sebuah buku untuk seseorang yang teramat penting dan spesial baginya. Kekasihnya. Tentu saja Bajja tahu itu, siapa yang tidak mau repot-repot mencetak satu buku dengan harga yang tidak murah kalau bukan untuk orang tercinta?
Mereka tidak begitu mengenal, hanya pernah berjalan bersama sekali setelah tidak sengaja bertemu di kafe; itu juga karena Bajja bersikeras mengantar Arra pulang karena sudah malam. Perjalanan mereka berdua memang lebih banyak diisi keheningan dibandingkan suara, tapi itu sudah cukup bagi Bajja untuk terus mengingatnya.
Sampai suatu malam Arra meneleponnya, mengatakan uangnya habis dan sepatunya membuat kakinya terluka. Dia akan datang ke rumah Bajja.
Arra tertidur di sofa rumah Bajja. Tidurnya terlihat lelap, dan dengan memandangi Arra seperti itu, Bajja bertanya-tanya; apa yang dia rasakan?
Entah mengapa, hanya menatap dirinya saja, sanggup membuat jantungku lebih berdegup.Selanjutnya Arra selalu datang ke rumahnya dalam waktu yang bisa ditebak. Bisa keesokan harinya, lusa, atau bahkan berminggu-minggu. Tapi Bajja membiarkannya, meskipun pertanyaan-pertanyaannya menggantung di udara ketika mereka duduk berhadapan; Arra di sofa yang bisa membuatnya tertidur, Bajja di seberangnya.
Kenapa Arra melakukan ini? Bukankah dia sudah memiliki kekasih? Di mana kekasihnya? Apakah Arra juga memiliki perasaan khusus untuk Bajja?
Sudah lama buku ini ada di dalam wish-list saya. Beberapa hari (atau minggu?) yang lalu, saya melihat tweet Yudhi Herwibowo yang menawarkan kedua bukunya ([un]affair dan satu lagi saya lupa judulnya) secara gratis dengan syarat untuk di-review. Tentu saja saya tidak mau melewatkan kesempatan ini, saya membalas tweet beliau dan memberikan link blog ini. :)
Dari halaman pertama, bisa dibilang saya sudah jatuh cinta dengan Kota Sendu; kota kecil yang pastinya terlihat cantik bila hujan. Mau tak mau saya membayangkan jalanan di kota itu seperti di jalan Braga.
Jalan Braga di malam hari |
Aku tiba-tiba seperti telah memasuki sebuah ruangan kosong yang telah lama tak lagi kudatangi.Sebuah ruangan sepi yang dipenuhi dengan bayang-bayang tentangnya. Sebuah ruangan sepi yang seakan memutar semua kejadian-kejadian tentangnya. Sebuah ruangan sepi yang juga memantulkan echo-echo suaranya yang tak berkesudahan...Twist yang diberikan di akhir buku juga cukup untuk membuat saya kaget, bahkan melotot memandangi tulisan-tulisan itu, berharap mata minus ini menipu saya dan saya hanya harus mengerjapkan mata untuk bisa membaca yang sebenarnya. Sayangnya, berapa kali pun saya mengedip-ngedipkan mata (dan menggosok kacamata), tetap saja tulisannya tidak berubah. Berarti mata saya memang tidak menipu.
Oh ya, saya sebenarnya kurang sreg dengan penggunaan kata engkau yang sering digunakan Arra dan Bajja. Oke, percakapan antara tokoh-tokoh memang menggunakan kata formal, tapi, ayolah. Kenapa tidak menggunakan kau saja?
Lalu, saya baru tahu ini novel roman penulis yang pertama. Hahaha, overall, saya memang suka buku ini, yang habis dibaca dalam waktu kurang lebih 4 jam. Saya mau coba novel Yudhi Herwibowo yang lain, deh. ^^
3.5/5
Judul: [un]affair
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penerbit: Penerbit Katta
172 halaman, paperback
ISBN 978979103278
http://theblackinthebooks.blogspot.com/2013/06/unaffair.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar